Menjual Desa Wisata
KUE pariwisata masih enak untuk dinikmati. Pariwisata telah membuktikan mampu menggerakkan berbagai sektor, termasuk ekonomi kerakyatan. Tak terkecuali bagi para pelaku desa wisata.
Greget membenahi desanya sebagai desa wisata kini getol dilakukan oleh sejumlah desa di Purbalingga. Sebut saja seperti Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Desa Limbasari Kecamatan Bobotsari, Desa Tanalum dan Desa Panusupan, keduanya di Kecamatan Rembang.
Semangat warga desa wisata inipun gayung bersambut dengan Pemkab Purbalingga. Melalui Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora), sejak tahun 2014, sudah menyiapkan anggaran untuk pembenahan desa wisata. Tidak hanya studi banding saja untuk menggugah semangat warga dan para kepala desanya, tetapi sekaligus menempatkan tenaga fasilitator di desa wisata. Tahun 2015 ini, empat orang fasilitator yang sudah berpengalaman dan berkecimpung dalam pariwisata diterjunkan ke empat desa wisata tersebut.
Kebijakan ini ternyata seiring dengan kebijakan Pemerintahan Jokowi dalam hal pariwisata. Hal tersebut tertuang dalam surat Menteri Dalam Negeri dengan nomor 556/744/SJ tertanggal 11 Februari 2015 yang ditujukan kepada Gubernur/Bupati/walikota perihal Pengembangan Inovasi Daerah, Pariwisata dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan kemudian disusul dengan Surat Edaran Mendagri nomor 100/1005/SJ tertanggal 26 Februari 2015 tentang Pokok-pokok Kebijakan Pemerintah. Dalam surat edaran Mendagri didalamnya memuat point untuk mendorong tumbuhnya destinasi wisata dan menyelenggarakan event-event pariwisata. Kebijakan pemerintahan Jokowi tentu tak lepas dari target kunjungan wisata pada tahun 2015 ini yang dipatok pada angka 9,7 juta wisatawan mancanegara (wisman) dan 215 juta wisatan nusantara (wisnus).
Gayungpun bersambut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar), juga mendukung pengembangan desa wisata. Meski diakui Kepala Dinbudpar Jateng DR Prasetyo Aribowo, SH, M.Soc, Sc, dari sekitar 125 desa wisata di Jateng, baru sekitar 15 persen desa wisata yang benar-benar berkembang dan memiliki daya tarik unik. Dinbudpar Jateng juga terus memacu desa wisata, sejak tahun 2014 menggelar festival desa wisata untuk kali pertama yang berlangsung di Purwokerto. Kemudian memfasilitasi terbentuknya Forum Komunikasi Desa Wisata (FKDW) dan pertemuan rutin tiga bulanan. FKDW telah dikukuhkan oleh Kadinbudpar Jateng pada 18 Maret 2015 di Desa Wisata Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. FKDW sebagai forum bertukar pikiran dan pengalaman tentang pengembangan desa wisata, dan bersinergi bersama mengembangan desa wisata.
Sinergi kebijakan Pemkab Purbalingga, Pemprov Jateng dengan Pemerintah Pusat dalam hal pembangunan pariwisata inilah yang semakin membuat semangat warga desa wisata semakin terpacu. Ternyata, belakangan tidak hanya empat desa wisata itu yang getol menggali potensi desanya untuk desa wisata, tapi beberap desa lain di Purbalingga juga mulai bangkit. Beberapa desa itu seperti Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja dengan wisata alam berburu matahari di bukit Njelir dan agro wisata kebun nanas, kemudian Desa Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon, Desa Karangcegak, Kecamatan Kutasari yang memiliki sumbermata air melimpah dengan mata air Tirto Marto, kemudian Desa Sidanegara, Kecamatan Kaligondang, dengan dukuh Mlayang-nya yang asri dan wisata kuliner ikan sungai. Warga Desa Kedungbenda, semakin terpompa semangatnya mengembangkan wisata Sungai Klawing. Apalagi saat Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meresmikan jembatan Linggamas, 5 Maret 2015 lalu pekan lalu. Jembatan itu menghubungkan wilayah Desa Petir, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas, dengan Desa Kedungbenda, Kemangkon, Purbalingga. Gubernur Ganjar ketika itu mendorong pengembangan perahu wisata yang kini mulai ramai dikunjungi wisatawan lokal.
Potensi Lokal
Hasil maping pengembangan empat desa wisata di Purbalingga yang didampingi tenaga fasilitator mulai terlihat keunikan lokal dari masing-masing desa. Di Desa Panusupan Kecamatan Rembang, ternyata tidak saja hanya makam Syech Jambu Karang atau yang dikenal dengan petilasan Ardi Lawet. Disini dijumpai sedikitnya 10 benda-benda prubakala, curug Wana Tirta, kampung Dayakan, kerajinan bambu, kuliner nasi jagung, kripik daun Keji, sejumlah seni tradisi dan keunikan lokal lainnya. Warga setempat sebelumnya tidak melihat hal itu sebagai produk wisata yang bisa dijual. Namun, kini warga setempat mulai berbenah dan mengembangkan itu semua sebagai produk wisata yang layak jual. Meski belum optimal, Kepala Desa Panusupan Imam Yulianto menyatakan, sudah mulai banyak wisatawan lokal yang berkunjung ke desanya. Sasaran wisatawan lokal tentunya bukan menjadi sasaran utama, Fasilitator desa wisata setempat Aris Widianto mentargetkan paling tidak wisatawan dari regional dan nasional bisa datang ke Desa Panusupan. Paket wisata kunjungan mulai digarap, peningkatan sumberdaya manusia dengan mengadakan pelatihan guide terus dilakukan. Disisi lain pembenahan infrastruktur pendukung berupa jalan dan pembenahan obyek juga dilakukan sinergi antara Dinbudparpora Purbalingga yang menggunakan dana APBD, dengan pihak desa yang menggunakan dana ADD (Alokasi dana Desa).
Di tetangga Desa Panusupan, Desa Tanalum yang dikenal dengan ‘Desa Seribu Curug’, juga berbenah. Jika di Desa Panusupan menawarkan konsep wisata religi dan budaya, Desa Tanalum menawarkan konsep wisata alam Canyoning dan jelajah curug. Sama halnya di Desa Panusupan, pembenahan SDM khususnya untuk pelatihan Canyoning terus dilakukan. Dinbudparpora juga mendukung pengadaan peralatan untuk hal tersebut.
Di Desa Limbasari, Kecamatan Bobotsari yang dikenal dengan Sungai Tuntung Gunung, paket desa wisata yang ditawarkan berupa Tubing. Wisatawan sudah mulai berdatangan hampir setiap akhir pekan untuk sekedar menikmati tubing. Selain tubing, di desa yang asri dan memiliki curug Patrawisa ini, wisatawan bisa melihat banyaknya perajin batik tulis. Desa ini memang dikenal sebagai sentra batik Purbalingga.
Sementara di Desa Serang, Kecamatan Karangreja, sudah lebih mapan penataan desa wisatanya. Paket wisata yang ditonjolkan adalah wisata agro di kaki Gunung Slamet (3.428 m dpl). Wisatawan disuguhi menikmati stroberi yang bisa dipetik sendiri, atau hanya sekedar membeli. Bisa juga menikmati seni tradisi Gumbeng. Pusat kawasan wisatanya berada di rest area Lembah Asri. Di tempat ini tersedia gasebo-gasebo untuk bersantai, arena outbond, arena ATV, kuda tunggang dan lainnya. Di Desa Serang juga pada awal Juni 2015 mendatang akan digelar kegiatan Festival Gunung Slamet.
Keempat potensi desa wisata tersebut dan paket wisata yang disuguhkan tidak saling berbenturan. Keempatnya harus bersinergi, tidak saling menjegal dan bersaing, tetapi bekerjasama mengembangkan sumberdaya manusianya, melakukan promosi bersama, dan menjual desa wisata bersama. Semoga. (Ir. Prayitno, M.Si – Kabid Pariwisata Dinbudparpora Kab Purbalingga, Peserta Diklat Pengembangan Desa Wisata – Pemprov Jateng 2015)
