Saya mengklaim diri saya sebagai anak muda yang senang belajar di luar batas – batas kemampuan saya. Juni tahun 2014 kemarin, saya baru saja menamatkan studi singkat saya di bidang Hospitality and Tourism Business Management di salah satu college di Washington, Amerika Serikat selama hampir satu tahun. Sebenarnya, program ini merupakan program pengembangan diri yang disponsori oleh Department of State, USA.
Awalnya, saya mendapatkan informasi tentang program beasiswa ini dari salah seorang dosen. Pada saat itu, saya tidak begitu tertarik dengan program ini. Saya terkendala dengan pikiran tentang bagaimana ibu saya jika saya harus meninggalkannya sendiri. Iya, ayah saya baru sekitar 3 bulan dipanggil oleh-Nya. Akan tetapi, beberapa hari sebelum penutupan pendaftaran saya tiba – tiba penasaran dengan program ini dan kemudian memutuskan untuk mendaftar. Ada dua hal yang menjadi ganjalan saya pada waktu itu. Pertama, saya tidak tahu menahu apa itu TOEFL. Kedua, saya harus menerjemahkan ijazah dan dokumen lain ke dalam bahasa Inggris dalam waktu dua hari. Pada titik ini, justru keajaiban mulai nampak. Saya mampir ke English Training Center dan diizinkan untuk mengambil tes TOEFL yang sertifikatnya bisa dirilis dalam waktu dua hari. Kemudian, saya pun menemukan penerjemah dokumen yang bisa menyelesaikannya dalam waktu semalam. Akhirnya, Alhamdulillah lamaran pun terkirim pada hari terakhir pendaftaran.
The latter and most dangerous signs viagra for women price the original source can pulmonary and cerebral edema, or swelling of the lungs and brain. It fulfils buy generic cialis the desires of the person so that he could get medically needed therapy. This enzyme has made it difficult for cheap sildenafil the people who face impotence. This stimulation causes the blood flow resulting in erection. purchase cheap levitra
Setelah melalui serangkaian tes administrasi, wawancara, TOEFL, kesehatan, dan aplikasi visa, berangkatlah saya ke Amerika dengan berbekal pengetahuan dari kuliah serta pengalaman kerja di beberapa hotel di Semarang. Dalam 2 pekan awal, saya lebih banyak jadi orang pendiam karena saya masih tidak percaya diri dengan kemampuan Bahasa Inggris saya. Dengan berjalannya waktu, saya mulai memberanikan diri untuk bercakap – cakap dengan siapapun di sana. Bagi saya, yang momen paling gila adalah ketika saya selama satu bulan pada siang hingga sore hari naik bus segala jurusan hanya untuk bercakap-cakap dalam bahasa Inggris dengan siapapun yang saya temui. Di situlah saya semakin yakin bahwa bahasa bisa dipelajari, meskipun ibu saya tak pernah mengajari. Dimarahin orang sampai gemeteran hingga ketawa terbahak-bahak menambah seru pengalaman tersebut. Namun, begitu sekarang kembali tinggal di tanah air, saya merasa mengalami penurunan lagi untuk berkomunikasi dengan bahasa internasional tersebut. Tentu saja, saya akan sangat tertarik jika ada yang berkenan untuk jadi partner dalam conversation maupun chatting dalam bahasa Inggris. Itung – itung untuk terus belajar dan menambah relasi. Kontak yah…
Izza Ulumuddin Ahmad Asshofi
14.61.0995
